Banyuwangi – Tingginya angka kasus bullying atau perundungan di kalangan pelajar dan santri menjadi perhatian khusus Bagian Hukum dan HAM DPD LDII Banyuwangi. Selain edukasi, pelibatan lembaga dalam penyuluhan hukum dan sistem pelaporan yang empati, mutlak dilakukan.
Hal itu disampaikan Ketua Bagian Hukum dan HAM DPD LDII Banyuwangi Nur Hakim, AP.,S.H.,M.H.,C.MSP, saat penyampaian materi pada kegiatan penyuluhan hukum kolaborasi antara DPD LDII Banyuwangi dan Kejaksaan Negeri Banyuwangi “Program Jaksa Masuk Pesantren” di Pondok Pesantren Pelajar dan Mahasiswa (PPPM) Nurul Huda, Jl.Ikan Arwana No.15 Karangrejo, pada Jumat, (23/5/2025).
Ada beberapa faktor yang mencetuskan kekerasan, baik fisik maupun verbal atau sosial di pesantren. Di antaranya, terkait kurangnya pengetahuan terkait bullying, juga rendahnya penegakan disiplin di internal pesantren.
“Di pesantren, bullying bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan tentang kemampuan mengaji hingga pengucilan dalam kegiatan sosial. Selain itu, jangan ada relasi kuasa senior junior. Kakak senior seharusnya bisa menjadi teman konselor sebaya,” imbuh Nur Hakim.
Bullying adalah perilaku kekerasan yang dilakukan berulang-ulang oleh sekelompok orang yang merasa berkuasa terhadap orang lain yang dinilai lebih lemah, dengan tujuan menyakiti atau merendahkan orang tersebut.
Penting untuk dipahami bahwa bullying bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan kasih sayang dan persaudaraan. Karena itu, pesantren sangat serius dalam menangani dan mencegah bullying,” tuturnya
Oleh karena itu, Solusinya adalah dengan memberikan edukasi. Ia juga mendorong adanya edukasi yang berkelanjutan, sistem pelaporan yang aman dan menjaga privasi korban, serta pembentukan lingkungan yang lebih empatik.
Pencegahan perundungan (bullying) di lingkungan pesantren adalah tanggung jawab bersama baik pihak pesantren, pengajar, pengurus, Siswa, Orang Tua, Masyarakat, dan Pemerintah. “Membiarkan bullying adalah pelanggaran dan Mencegahnya adalah bentuk dakwah” tutup Nur Hakim.